Hak Pengelolaan Lahan (HPL) adalah kewenangan Negara dalam menguasai lahan tanah, yang diberikan kepada instansi pemerintah tertentu untuk mengatur dan mengontrol zoning dan land use tanah agar sesuai dengan rencana tata ruang dan peruntukannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UUPA UU No. 5 Tahun 1960 Pasal2 ayat (2) UUPA berisi wewenang hak menguasai Negara.yaitu
a. Mwngatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
mengenai HPL lebih lanjut diatur lebih rinci dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 1 tahun 1977, pelimpahan kewenangan tersebut meliputi
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
c.Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga, menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya. Dengan ketentuan, bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (Pasal 1 ayat 1 Peraturan Mentri Dalam Negeri No.1 tahun 1977)
Beberapa pertanyaan yang seringkali menghantui para staf marketing apartemen dalam memasarkan apanemen bersertipikat HPL, antaralain :
a. Bagaimana status sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun /strata title). jika sertipikat HGB tanah bersama berakhir?
b. Mengapa perpanjangan sertipikat HGB tersebut harus mendapatkan persetujuan dari pemegang HPL? Bagaimana jika pemegang HPL tidak memberikan persetujuan? Apakah ada jaminan bahwa persetujuan pasti akan diberikan?
c. Bagaimana dengan biaya-biaya pengurusan persetujuan dan perpanjangan sertipikat-sertipikat tersebut? siapa yang bertanggungjawab?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di alas memang sulit bagi orang awam, karena kepastian {hukum) di lndonesia adalah ketidakpastian itu sendiri. Penjelasan sebenarnya adalah sebagai berikut: Pertama. jika sertipikat HGB tanah bersama (induk) berakhir masa berlakunya, maka SHM sarusun (Satuan Rumah Susun) juga diganti, karena akan merujuk pada sertipikat HGB induknya. Tetapi status hak atas sarusun tersebut tidak gugur, hanya masalah procedural, demi kepentingan administrasi semata. Kedua, tidak perlu khawatir tentang persetujuan_ ltu hanya bersifat control,agar penggunaan tanah dengan rencana pengembangan tata ruang. Lagipula jika sudah dibangun apartemen, bagaimana bisa land use-nya berubah. Apalagi jika sudah terdapat ratusan pemilik sarusun di situ, sangat tidak mungkin pemerintah begu saja merubah rencana tata ruang kotanya, tanpa mempertimbangkan hak tersebut. Ketiga, biaya-biaya pengurusan itu ditanggung oleh pemilik sehubungan dengan kepemilikan apartemen (rumah susun) itu secara bersama-sama. Misalnya:
a. Untuk perpanjangan sertipikat HGB induk dan persetujuan pemegang HPL diambil dari dana sinking fund (dana cadangan)
b. Untuk SHM sarusun. Ditanggung oleh masing-masing pemilik (tidak mahal kok. Dibanding jangka waktu dan biayanya).
Demikian penjelasan mengenai Hak Pengelolaan Lahan tersebut. Semoga Bermanfaat.