Laju Sektor Properi Indonesia, Tersandung Pasar Keungan
Indonesia telah menikmati kenaikan harga properti yang konsisten selama 4 tahun terakhir, yang pada puncaknya mencapai 27.3% kenaikan pada tahun 2014 Akan tetapi, penjualan properti mengalami penurunan pada kuartal 1 dan 2 di tahun 2015 Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor baik internal (fundamental ekonomi Indonesia) maupun eksternal (ekonomi global).
Trend menurunnya laju kepemilikan properti di Indonesia telah terjadi pada Pemilu dan Pilpres 2014. Para pemburu rumah ataupun investor lebih memilih untuk "wait and see" di tengah panasnya politik dalam negeri. Selanjutnya, kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat untuk mengurangi subsidi BBM langsung berdampak negatif pada daya beli masyarakat. Penghapusan subsidi BBM juga menyebabkan inflasi, sehingga Bank Indonesia harus menaikkan pinjaman suku bunga bank untuk menekan laju inflasi
Ekonomi dalam negeri juga tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global. Hal yang perlu diperhatikan saat ini adalah pelemahan mata uang rupiah. Mungkin banyak dari kita yang bertanya-tanya mengapa rupiah terus melemah? Berdasarkan laporan dari analisis finansial, ekonomi Amerika Serikat yang menjadi faktor penentu laju rupiah. Dengan membaiknya fundamental ekonomi Amerika, maka Bank Sentral Amerika akan menaikkan kredit suku bunga yang saat ini masih berada di 0%. Lantas apa kaitannya dengan rupiah? Pada dasarnya, investor menganggap mata uang Amerika (USD) lebih stabil dan menguntungkan dibanding mata uang lainnya. Melemahnya rupiah, akan menyebabkan kenaikan harga impor bahan baku bangunan, dan tentunya akan memaksa developer untuk menaikkan harga properti.
Apakah properti Indonesia sedang mengalami bubble? Berdasarkan hasil riset dari tim finansial DBS, yang melaporkan bahwa fase pertumbuhan yang luar biasa, termasuk kenaikan harga properti di pinggiran kola, peluncuran properti yang agresif, rekor konsumsi semen yang tinggi, menurunnya pinjaman suku bunga, dan lonjakan pinjaman kredit pemilikan rumah, mencerminkan apa yang telah terjadi di sektor properti Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, mereka juga melaporkan bahwa sektor properti Indonesia masih belum mencapai puncaknya. Hal ini dikarenakan, permintaan struktural (Indonesia mengalami kekurangan paso kan tempat tinggal), harga properti di Jakarta masih terjangkau dibanding kota besar Asia lainnya, rendahnya rasio kredit pemilikan rumah (KPR) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan pembangunan infrastruktur yang minimal di dalam negeri.
Laju kenaikan properti Indonesia masih dibelakangi oleh rendahnya pasokan tempat tinggal dan meningkatnya populasi kelas menengah di Indonesia.
Indonesia sebagai salah satu emerging markets tampaknya masih akan menjadi incaran investor mancanegara di tengah masih lesunya perekonomian di negara Eropa dan Asia. Pembangunan sektor infrastruktur dan manufaktur diharapkan akan terus bergerak. Kita juga berharap Pemerintah dan OPR dapat segera bersepakat soal kebijakan harga BBM. secara otomatis, kebijakan harga BBM diharapkan akan memberikan sedikit kerikil bagi roda pertumbuhan, terutama sejumlah sektor yang sudah tumbuh sangat kencang dan mulai menunjukkan kecenderungan bubble.