Penurunan tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) hingga maksimal satu persen nyatanya belum bisa dilaksanakan menyeluruh oleh pemerintah daerah (pemda).
Padahal, menurut Plt Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Properti Eddy Hussy, penurunan tarif BHPTB tersebut berdampak luas pada akselerasi penerbitan Dana Investasi Real Estat (DIRE).
Dia menilai DIRE bisa menjadi alternatif pendanaan bagi pengembang dan itu belum bisa berjalan dengan baik lantaran pemda masih menerapkan BPHTB cukup tinggi, yakni lima persen.
"Pemerintah daerah (Pemda) kami harap ada yg mau menurunkan itu supaya DIRE Indonesia bisa kompetitif," ujar Eddy dalam Sarasehan Pelaku Usaha Properti Nasional dan Rakernas Kadin Bidang Properti 2017 di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Selain itu, Eddy juga meminta pemerintah pusat agar menyosialisasikan ke pemda tentang penurunan tarif BPHTB tersebut.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menerangkan, kendati telah ada regulasi penurunan tarif BPHTB, pihaknya belum bisa "memaksa" pemda untuk mengikutinya lantaran tarif BPHTB merupakan kewenangan pemda.
"Di dalam UU BPHTB No 20 Tahun 2000 ini kan murni kewenangan pemda, makanya perlu ada negosiasi dan sosialisasi ke pemda terkait hal tersebut," jelasnya.
Bukan hanya itu, Sofyan melihat keengganan pemda menurunkan tarif BPHTB di daerahnya lebih karena mereka tidak ingin kehilangan pendapatannya dari sektor tersebut.
Meski begitu, dia melihat ada beberapa daerah yang telah menurunkan atau setidaknya memberikan kelonggaran pada BPHTB tersebut.
"Ada juga pemda yang menurunkan BPHTB itu, bahkan di Jakarta properti di bawah Rp 2 miliar tidak kena BPHTB, di beberapa kabupaten juga misalnya di Bangka sudah dihapuskan untuk rumah pertama," pungkas Sofyan.