Masalah legalitas dalam properti hingga kini masih menjadi hal yang membingungkan bagi sebagian orang, terutama untuk mereka yang awam. Di samping minimnya informasi, akses ke pelayanan publik pun dinilai masih cukup menyulitkan.
Salah satu contoh legalitas yang paling sering ditanyakan masyarakat adalah sertifikat tanah. Tak hanya soal prosedur dan biaya pembuatan sertifikat tanahnya saja, melainkan juga pengertian hingga perbedaan antara buku tanah dan sertifikat tanah.
Menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
Sementara sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
Berdasarkan kebutuhannya, hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.
Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat 1 merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar menurut Peraturan Pemerintah ini.
Sedangkan sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
Sertifikat pun hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah.
Kesimpulan perbedaannya, buku tanah merupakan dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik tanah yang sudah ada haknya, sedangkan sertifikat tanah merupakan surat tanda bukti hak atas tanah yang sudah dibukukan dalam buku tanah tersebut.
Trik Ketahui Sertifikat Tanah Asli
Setelah mengetahui pengertian dan perbedaan antara sertifikat tanah dengan buku tanah, masyarakat seharusnya juga mengerti tentang cara mengenal keaslian sertifikat tanah.
Menurut Sumarni Boer, seorang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), untuk mengetahui keaslian sertifikat tanah, masyarakat bisa melakukan dua cara, yakni menggunakan jasa notaris atau melakukan pengecekan secara mandiri.
“Bagi yang ingin mengecek keaslian sertifikat tanah secara mandiri, bisa langsung datang ke kantor Badan Petanahan Nasional (BPN). Sesuai Pasal 34 PP No. 24 Tahun 1997, lembaga ini akan mengecek keaslian sertifikat berdasarkan peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, dan buku tanah,” paparnya.
Terkait waktu pengecekan, masyarakat tidak perlu khawatir akan menunggu lama. Sebab, umumnya pengecekan keaslian sertifikat hanya membutuhkan waktu satu hari saja.
“Jika menurut BPN aman, sertifikat tersebut akan dicap. Namun, bila BPN menilai ada kejanggalan, biasanya mereka akan mengajukan untuk plotting,” kata Sumarni.
Plotting sendiri merupakan upaya pengajuan BPN kepada pemohon—baik individu ataupun atas nama notaris—dengan tujuan memastikan kebenaran dari data sertifikat tersebut. Upaya plotting ini sendiri menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk masuk ke dalam peta pendaftaran.
Nantinya, hasil plotting akan menunjukkan apakah benar di lokasi tersebut terdapat lahan kepemilikan sesuai keterangan sertifikat. Apabila benar hasilnya akan 100% menunjukkan kepemilikan asli. Artinya, baik data pendaftaran dan lokasi bersifat valid.
Mengetahui seluk beluk serta keaslian sertifikat tanah sangat penting saat masyarakat hendak melakukan proses pembelian rumah. Oleh karenanya, alangkah lebih aman untuk membeli rumah secara KPR, sebab bank akan bertanggungjawab langsung terhadap legalitasnya. ( Disadur dari Liputan6.com )