Pasar apartemen menengah-atas sampai mewah di Jakarta masih terkonsentrasi di area CBD Jakarta dengan harga jual dapat mencapai 65 juta per m2. Gaya hidup tinggal di apartemen meskipun belum sepenuhnya diterima pasar, namun sudah memerlihatkan pergeseran perilaku konsumen untuk membeli apartemen. Apartemen-apartemen menengah, meskipun masih kental sebagai investasi, namun mulai banyak konsumen sebagai end user untuk dihuni. Di Jakarta sendiri kawasan apartemen urban menengah seperti Green Pramuka, Gading Nias, Kalibata City, Bassura City, Prajawangsa City, dan beberapa proyek di Kemayoran dan Sunter menunjukkan permintaan yang cukup tinggi. Dengan semakin terbatasnya lahan di Jakarta untuk dibangun apartemen menengah, maka pelebaran pasar pun mulai terjadi ke wilayah-wilayah penyangga Jakarta seperti Bekasi, Bogor, dan Tangerang.
Prospek lokasi-lokasi proyek apartemen yang dikembangkan dengan memerhitungkan Transit Oriented Development (TOD) akan menjadi primadona. Jalur Light Rail Transit (LRT) ke Bekasi dan Bogor akan diperhitungkan sebagai salah satu nilai tambah aksesibilitas bagi para konsumen apartemen.
Namun demikian, berdasarkan pengamatan yang dilakukan tren pengembangan apartemen ini seringkali menjadi latah tanpa memerhatikan pasar yang ada. Berlindung dibalik motif investasi, banyak pengembang yang tidak memerhatikan kapasitas potensi pasar sewa yang akan diperoleh calon pembeli. Banyak apartemen yang dibuat tanpa konsep sehingga menciptakan pasar semu yang rentan.
PASOKAN
Total pasokan unit apartemen strata di Jabodetabek sampai tahun 2016 tercatat 138.500 unit dengan pertumbuhan rata-rata 10,9 persen per tahun. Presentase pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 mencapai 20,9 persen dan terus berlanjut di tahun 2016 sebesar 13,3 persen.
Sedangkan di wilayah Banten, meskipun secara kumulatif masih jauh dari Jakarta, namun pasar apartemen di wilayah ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Total jumlah unit apartemen strata di Banten mencapai 15.220 unit pada tahun 2016 dengan pertumbuhan rata-rata 41,2 persen. Harga tanah yang sudah sangat tinggi, 'memaksa' para pengembang untuk mengembangkan hunian secara vertikal
PERMINTAAN
Berdasarkan analisis Indonesia Property Watch, secara umum tingkat penjualan apartemen strata di Jabodebek mengalami kecenderungan menurun di tahun 2016 menjadi 83,5 persen setelah sempat terjadi kenaikan di tahun 2015 sebesar 87,2 persen. Apartemen menengah atas relatif memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan segmen lainnya. Beberapa proyek apartemen yang telah dipasarkan mengalami perubahan fungsi menjadi hotel atau serviced apartment.
Fenomena ini merupakan indikasi awal yang menggambarkan pasar permintaan mulai terbatas di sebuah wilayah persaingan.
Kecenderungan penurunan juga terlihat di Banten dengan tingkat penjualan 78,2 persen turun dari 83,9 persen di tahun 2015. Dengan masih banyaknya apartemen yang dipasarkan maka persaingan semakin ketat di tahun 2017.
Tidak seiringnya pertumbuhan pasar apartemen dengan tingkat penjualan memberikan indikasi mulai terbatasnya kapasitas pasar apartemen di wilayah ini. Bahkan beberapa lokasi harus diwaspadai telah mencapai kondisi pasar yang jenuh. Karenanya analis pasar yang baik seharusnya dapat mengantisipasi kegagalan proyek dengan persaingan pasar yang ketat saat ini.
SEGMENTASI
Analisisi Indonesia Property Watch memerlihatkan pasokan apartemen strata di Jabodetabek dan Banten masih didominasi oleh segmen menengah (Rp 20-35 juta per m2) sebesar 61,9 persen, diikuti oleh segmen bawah (di bawah Rp 20 juta per m2) sebesar 28,57 persen dan segmen menengah atas (di atas Rp 35 juta per m2) sebesar 9,52 persen.
HARGA JUAL
Harga jual apartemen di Jabodetabek tahun 2016 rata-rata mencapai Rp 24,8 juta per m2 dengan pertumbuhan rata-rata 11,9 persen per tahun. Setelah mengalami peningkatan yang luar biasa pada tahun 2012 sebesar 45,4 persen, pertumbuhan harga jual apartemen mengalami kecenderungan perlambatan sampai tahun 2016.
disadur dari : Indonesia Property Market Handbook 2017 hal 67-69